10.06 Posted In , Edit This 0 Comments »
jambigaul.com

BAB 1
PENDAHULUAN

Filsafat Islam tumbuh dan berkembang di bawah naungan Islam, dipengaruhi oleh ajaran-ajarannya dan hidup di bawah suasana peradabannya. Kaum muslimin, di Timur maupun di Barat ikut memberikan andil tanpa memperhitungkan adanya perbedaan daerah atau tempat tinggal, bahkan tidak ada masalah andaikata pihak non Muslim yang berada di bawah naungan Islam ambil bagian.
Fulsafat Islam memiliki keunikan dalam topik dan isu yang digarap, problem yang coba dipecahkan, dan metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan-permasalahan itu.
Filsafat Islam selalu berusaha untuk mendamaikan wahyu dan nalar, pengetahuan dan keyakinan, serta agama dan filsafat. Filsafat Islam bertujuan untuk membuktikan bahwa pada saat agama berpelukan dengan filsafat, agama mengambil keuntungan dari filsafat sebagaimana filsafat juga mengambil manfaat dari agama. Pada intimya, filsafat Islam adalah hasil kreasi dari sebuah lingkungan di mana ia tumbuh dan berkembang, dan jelasnya, filsafat Islam adalah agama dan spiritual.
Meskipun filsafat Islam berorientasi religius, ia tidak mengabaikan isu-isu besar filsafat, seperti problem keberadaan dalam waktu, ruang, materi dan kehidupan. Cara pengkajian filsafat Islam terhadap epistemology pun unik dan berkomprehensif. Ia membedakan antara kedirian (nafs) dan nalar, potensi bawaan sejak lahir dan Al-muktasab, ketetapan dan kesalahan pengetahuan dzanni dan qath’i. Filsafat Islam juga mengkaji tentang defenisi serta klasifikasi kebaikan dan kebahagiaan.


BAB II
PEMBAHASAN


A. KARAKTERISTIK FILSAFAT ISLAM
Filsafat Islam memiliki karakteristik yang berbeda dengan filsafat didasarkan pada Al-Qur’an sebagai sumber dorongan dan sumber informasi. Akan tetapi kebanyakan orang sering salah pengertian terhadap filsafat Islam. Mereka mengira pembicaraan filsafat Islam bertentangan dengan Al-Qur;an dan hadits. Padahal, yang dibicarakan didalamnya adalah masalah-masalah yang tidak ditemukan penegasannya dalam Al-qur’an dan hadits dengan kata lain filsafat dari filosof Muslim ini dapat disebut hasil ijtihad, sama posisinya dengan hasil ijtihad ahli fiqih dalam bidang hukum Islam dan termasuk kebudayaan.
Karakteristik filsafat Islam yaitu:
1. Filsafat Islam membahas masalah yang sudah pernah dibahas filsafat Yunani dan lainnya, seperti ketuhanan, alam, dan roh.
2. Filsafat Islam membahas masalah yang belum pernah dibahas filsafat Islam sebelumnya seperti filsafat kenabian (al-nazhariyyat al-nubuwwat).
3. Dalam filsafat Islam terdapat pemaduan antara agama dan filsafat antara kaidah dan hikmah, antara wahyu dan akal. Pendapat Al-Farabi bahwa yang menjadi kepala Negara adalah nabi atau filosof. Begitu pula pendapat Al-Farabi pada nadhariyyat al-nubuwwat (filsafat kenabian). Bahwa nabi dan filosof sama-sama menerima kebenaran dari sumber yang sama, akan tetapi ada perbedaan dari segi teknik.
Dalam keadaan seperti di atas timbul dan berkembangnya filsaft Islam dibawah naungan keagamaan yang tidak kurang ketelitian dan kecermatannya dalam menyelesaikan masalah bila dibandingkan dengan filsafat lain. Jadi yang disebut dengan filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran Islam.
B. SISTEMATIKA PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM
1. Penelitian dan Penerbitan
Kajian ini berkisar pada tiga point. Pertama penemuan, editing dan penerbitan dokumen-dokumen. Kedua, memperkenalkan figur atau tokoh aliran tertentu dan menganalisa berbagai pendapat dan teori. Ketiga, menerjemahkan dari atau kedalam bahasa Arab. Tidak diragukan lagi bahwa penemuan dokumen merupakan langkah pertama dalam rangka menghidupkan warisan antologi Islam, dimana para orientalis telah berorientasi kesana sejak tahun-tahun terakhir abad yang lalu, yang di abad ini kita mengikuti metode mereka.
2. Penyusunan
Di tahun-tahun terakhir dari abad yang lampau, khususnya orang-orang belakangan khusus menekuni bidang pemikiran Islam. Mereka memecahkan problem yang ada secara global, atau memfokuskan diri pada aspek-aspek tertentu saja. Di antara mereka ada orang yang dalam kajiannya nenggabungkan antara filsafat kalam dan tasawuf. Ada yang konsentrasi hanya pada salah satu dari bidang ini.
3. Penerjemahan
Sebagai salah satu sarana interaksi peradaban, penerjemahan dulu maupun sekarang selalu menjadi tumpuan berbagai peradaban, misalnya orang-orang Yunani mengambil dari orang-orang mesir dan india kuno. Orang-orang Arab mengambil dari orang-orang Yunani.Orang-orang kristen menganbil dari orang-orang Islam. Antara sesame peradaban eropa Modern terjadi interaksi terus menerus. Hampir setiap kajian penting dalam salah satu lingkaran Internasional besar selalu diterjemahkan dalam bahasa-bahasa lain.

C. PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM
Khazanah pemikiran filsafat Islam mulai muncul dengan diawalinya terjemahan manuskrip filsafat Yumami kedalam bahasa arab dan bahasa persia. Menurut sebagian sejarahwan, filsafat Islam mulai muncul pada masa Al-Kindi dan Al-Farabi melalui pengalihan bahasa dari bahasa Yunani kedalam bahasa Arab, adapula sejarahwan yang mengatakan alih bahasa sudah dilakukan sebelum mereka, seperti Ikhwan as-shafa.
Al-Kindi adalah muslim pertama yang secara sistematis merumuskan apa itu filsafat Islam, pemikirannya masih dekat dengan teologi Islam yang saat itu sudah berkembang. Ia adalah seorang mu’tazili, ia terkenal dengan karyanya al-Falsafah al-Ula, yang berbicara tentang posisi filsafat dalam pemikiran Islam. Ia menunjukkan bahwa concern pertama dari filsafat sesungguhnya sama dengan teologi. Barulah muncul Al-Farabi dan Ibnu Sina. Al-Farabi adalah pengikut paripatetik yang tidak l;epas dengan pemikiran Neoplatonisme didalamnya. Al-Farabi terkenal dengan karya-karya yang namanya sama dengan karya Ibnu ’Arabi, filosof muslim belakangan, Fushush al-Hikam.
Pemikiran filsaft Islam mulai ’show on’ pada masa Ibnu Sina, ia tidak lagi merujuk pada manuskrip asli dari Yunani, karena pada masanya sudah banyak beredar terjemahannya dan sulitmya mencari manuskrip aslinya.
Pasca Al-Farabi dan Ibnu Sina, muncul beberapa filosof muslim di dunia Islam belahan Barat tepatnya di Andalusia, yang sekarang dikenal dengan Spanyol,Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, tak lupa juga Ibnu Rusdy disana. Ibnu Bajjah dan Ibnu Thufail cenderung meneruskan pemikiran filosof terdahulunya.Di dunia Islam belahan Timur muncul Al Ghazali sebagai pendatang baru, melakukan pemisahan antara filsafat dengan teologi dan melakukan pemisahan antara hal-hal yang perlu menggunakan rasional dengan hal-hal yang cukup dengan menggunakan empiri, seperti hal-hal botani, zoologi dan hal-hal yang hanya cukup menggunakan indera tidak perlu adanya rasionalisasi didalamnya.
Pasca Al Ghazali muncul dua filosof muslim yang merupakan reaksi dari filsafat Al Ghazali: Ibnu Rusyd yang merupakan salah satu pengikut peripatetisme, ia sangat mengedepankan rasional.


D. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM
1. Tidak mengaburkan dan mengorbankan keyakinan agama Islam.
2. Bisa menjangkau kemampuan akal manusia
3. Berdasarkan pengetahuan dan kebijaksanaan
4. Pengetahuannya bersifat abadi dan menyeluruh.
5. Bersifat rasional murni yang hanya mempercayai terhadap kekuatan akal.
6. Filsafat Islam merujuk pada kekuasaan tertinggi.
7. Penyelidikan hakikat sebenarnya dari segal yang ada.
8. Didasarkan atas kemurnian, kebersihan jiwa dari kotoran-kotoran.
9. Pembicaraannya berkisar tentang masalah Tuhan, wujud-Nya atau kehendak-Nya.
10. Berfikir secara radikal, sistematik, dan universal.
11. Berfikir dengan sadar, dan dapat nenyerap secara keseluruhan apa yang ada pada alam semesta.
12. penyelidikan untuk mencari apakah filsafat atau kebijaksanaan itu.

BAB III
KESIMPULAN


• Pemikiran filsafat Islam mulai muncul dengan diawalinya terjemahan manuskrip filsafat Yunani kedalam bahasa Arab dan bahasa Persia.
• Sistematika pemikiran filsafat Islam ada tiga, yaitu: penelitian dan penerbitan, penyusunan, dan penerjemahan.
• Filsafat Islam adalah perkenbangan pemikiran umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, dan alam semesta yang disinari ajaran Islam.

DAFTAR PUSTAKA



Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. 1990. Bumi Aksara: Jakarta
Magribi, Hamdan. Filsafat dan Teologi Pemikiran Islam.
Salam, Burhanuddin. Pengantar Filsafat. 2008. Bumi Aksara: Jakarta

09.56 Posted In , , Edit This 0 Comments »
jambigaul.com

download musikalisasi puisi teater alief MAN MODEL Jambi

Seribu satu rupa rindu.mp3

skizofrenia

09.43 Edit This 0 Comments »
skizofrenia

jambigaul.com

Seribu satu rupa rindu.mp3

09.39 Posted In , Edit This 0 Comments »
jambigaul.com

BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan mempunyai sistematika untuk mempelajarinya. Ruang lingkup filsafat terbagi menjadi tiga bagian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dalam pembahsan ini kita akan fokus pada masalah ontologi. Ontologi yaitu sistematika filsafat yang yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan.


BAB II
ISI
A. PEGERTIAN ONTOLOGI
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata onthos (ada, keberadaan), dan logos (ilmu). Jadi ontologi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang hakikat keberadaan sesuatu. Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
• yang-ada (being)
• kenyataan/realitas (reality)
• eksistensi (existence)
• esensi (essence)
• substansi (substance)
• perubahan (change)
• tunggal (one)
• jamak (many)
B. OBJEK ONTOLOGI
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Objek yang menjadi kajian dalam ontologi tersebut adalah realitas yang ada. Dan dalam ontologi adalah studi tentang yang ada yang universal, dengan mencari pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap keyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya.dalam ontologi merupakan studi yang terdalam dari setiap hakekat kenyataan, seperti dapatkah manusia sunguh-sungguh memilih, apakah ada Tuhan, apakah nyata dalam hakekat material ataukah spiritual, apakah jiwa sungguh dapat dibedakan dengan badan.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
C. METODE DALAM ONTOLOGI
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan.
Contoh : Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana (Tt-P)
Badan itu sesuatu yang lahiri (S-Tt)
Jadi, badan itu fana (S-P)
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik sebagai berikut:
Contoh : Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaurus (Tt-S)
Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P)
Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan (S-P)
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengahj menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan.

D. ONTOLOGI FILSAFAT ISLAM
Di antara tema-tema metafisika yang paling banyak melahirkan kontroversi filosofis adalah problema wujud. Sebab hakikatnya terasa sangat sulit untuk bisa dipahami. Hal ini lantaran wujud merupakan sesuatu yang tak mungkin bisa didefinisikan, meningat untuk mendefinisikan suatu "objek", kita butuh sesuatu yang lain yang lebih jelas dari objek itu sendiri. Dalam konteks wujud, apakah ada objek yang lebih bisa dipahami ketimbang konsepsi wujud? Menurut para filosof, konsepsi wujud sedemikian terangnya, sehingga la persis menyerupai matahari. Dan karena sedemikian terangnya, ia tak mungkin bisa dilihat manusia. Demikianlah wujud. Begitu jelasnya mafhum wujud, maka la tak mungkin bisa didefinisikan lewat genus (jins) clan diferensia (fasl), yang secara otomatis berarti harus lebih terang ketimbang wujud itu sendiri. Secara konseptual, kata Sabzawari (w.1289), mafhum wujud adalah sesuatu yang sangat jelas dan bahkan aksiomatis. Tetapi realitas wujud adalah sesuatu yang sangat sulit bisa dipahami. Mulla Hadi Sabzawari dalam Syarh Manzumahnya berkata: Its (wujud's) notion is one ofthe best-known things, But its deepest reality is in the extremity of hiddenness.
Secara historis, tema wujud menjadi tema fundamental metafisika yang didiskusikan oleh hampir seluruh filosof klasik sejak Aristoteles. Karena itu kita akan dapati hampir seluruh buku¬buku magnum opus filsafat, seperti as-Syifa karya Ibnu Sina, Hikmah al-Isyraq karya Suhrawardi; bahkan buku-buku kalam karya Khowajeh Nasiruddin Thusi menempatkan masalah itu sebagai tema pentingnya. Namun harus digarisbawahi di sini bahwa mereka masih "sekadar" menempatkan problematika wujud sebagai bagian dari tema-tema universalitas (kulliyyat) saja, sama seperti masalah-masalah universalitas yang lain seperti problematika substansi dan aksiden, unitas dan pluralitas, dan sebagainya. Sampai periode awal dari aktivitas ilmiah Sadra sekalipun, harus diakui bahwa wujud masih belum pernah terbuktikan sebagai fondasi dari apa yang disebut sebagai realitas. Ikhtilaf di kalangan para filosof masih berkisar di seputar masalah prinsipalita wujud dan mahiyah; mana lebih awal atau lebih prinsipiil, wujud atau mahiyah. Berdasarkan penghayatan spiritual yang sangat intensif dan upaya analisis intelektual yang sangat tajam, akhirnya Sadra melahirkan sebuah gagasan baru dalam filsafat bahwa wujud bukan hanya "lebih" prinsip daripada mahiyah, tapi ia juga`, merupakan fondasi dari semua yang disebut realitas; bahkan ia adalah realitas itu sendiri. Sejak itu, kata Rahman, wujudiyyah atau "eksistensialisme" lahir sebagai mazhab filsafat dalam komunitas Muslim. Tapi perlu kita ingatkan di sini bahwa yang dimaksudkan dengan istilah "eksistensialisme" yang diatributkan kepada Sadra berbeda dengan mazhab eksistensialisme ala barat yang diwakili para filosof seperti Kierkegaard, Jean Paul Sartre, atau Heidegger. Menurut Wahid Akhtar, mazhab eksistensialisme mereka tak lebih dari sekadar sebuah pendekatan untuk mempelajari manusia; bukan sebuah sistem filsafat.3 Ia merupakan sebuah reaksi terhadap dua aliran filsafat yang dominan di zamannya, yakni materialisme dan idealisme yang gagal memahami eksistensi manusia secara apa adanya. Sementara eksistensialisme Islam adalah sebuah mazhab filsafat metafisis yang murni. Tujuan utamanya adalah ingin mencari tahu dan bahkan ingin sampai kepada realitas wujud yang sebenarnya (the Ultimate Reality). Dengan demikian, nuansa filsafat wujud dalam Islam lebih bersifat theistik bahkan sufistik; sementara aliran filsafat eksistensialisme barat sebagiannya condong pada nuansa atheistik.'
Prinsip-prinsip Filsafat Wujud Untuk bisa memahami filsafat wujud, ada baiknya kita batasi pembahasan hanya pada teori Sadra yang dikenal sebagai filosof zuujudiyyah di zamannya. Sayyed Hossein Nasr mengatakan, filsafatwujud Sadra berdiri di atas tiga prinsip dasar yang sangat fundamental. Dengan memahami ketiga prinsip ini, diharapkan kita akan dengan mudah memahami teori-teori filsafat metafisikanya, baik yang berkaitan dengan kosmologi, epistimologi, dan bahkan teologinya.
E. ALIRAN-ALIRAN ONTOLOGI

1. Materialisme;
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
2. Idealisme (Spiritualisme);
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi.
3. Dualisme;
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani
4. Agnotisisme.
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
BAB III
KESIMPULAN

 Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata onthos (ada, keberadaan), dan logos (ilmu). Jadi ontologi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang hakikat keberadaan sesuatu.
 Tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik.
 Objek yang menjadi kajian dalam ontologi tersebut adalah realitas yang ada.
 Nuansa filsafat wujud dalam Islam lebih bersifat theistik bahkan sufistik; sementara aliran filsafat eksistensialisme barat sebagiannya condong pada nuansa atheistik.
 Aliran ontologi ada 4 yaitu; materialisme, idealisme, dualisme, dan agnotisme.
 Ada juga yang membagi ontologi menjadi 3 yaitu :realisme, naturalisme, dan empirisme.

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, Ahmad.2009. Filsafat Islam. Cetakan IV.Bandung: Pustaka Setia
Madkour, Ibrahim. 1990. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Salam, Burhanudin. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara
Atang Abdul Hakim, dkk. 2008. Filsafat umum. Bandung: Pustaka Setia